Memahami Waktu

Sebuah Obrolan Tentang Waktu

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 1-3).

Tunggu, sebelum kamu bilang bahwa ini tulisan yang bersifat agamis, aku katakan bahwa ini bukan. Ini merupakan tulisan ketika aku mulai sadar tentang definisi waktu dan alasan untuk mementingkannya. 


Mungkin semua orang sudah mengetahui peribahasa “waktu adalah uang”. Aku yakin kita sama-sama pernah mendengar kalimat ini ketika kita masih kecil. Mengingat peribahasa ini merupakan salah satu peribahasa yang umum dipelajari ketika sekolah dasar. Peribahasa tersebut tidaklah terlalu berdampak bagi kita saat itu. Aku yakin banyak dari kita tidak memahami atau memahami tentang makna dari peribahasa itu. 


Saat itu kita hanya benar-benar menikmati waktu sebagai seorang anak kecil dan berharap segera menjadi orang dewasa agar kita bisa mencari uang. Padahal tanpa kita sadari kita memiliki uang tersebut yang dinamakan waktu. Ketika kita dewasa, kita menyadari bahwa peribahasa ini memang bermakna.


Aku yakin ketika kita mendengar peribahasa ini pasti itu terjadi di waktu yang sudah lampau, waktu dimana kita masih benar-benar bisa menikmati waktu tanpa berpikir apa yang akan dan sudah terjadi selanjutnya. Sekarang, bisa kita lihat bahwa peribahasa ini ada benarnya. 


Aku yakin peribahasa ini pernah kita dengar di masa yang sudah lampau. 


Dewasa ini, kita sering dihadapkan pada keinginan kita. Tetapi, waktu sering tidak mengizinkan hal itu. Kalimat “tidak ada waktu” merupakan kalimat pembenaran kita atas tertundanya hal-hal yang kita inginkan dan impikan.


Aduh tidak ada waktu untuk baca buku. 

Aduh tidak ada waktu untuk belajar. 

Aduh tidak ada waktu untuk mengurusi hal tersebut.


Secara kuantitatif, jika kita jabarkan, dalam satu hari semua manusia memiliki jumlah waktu yang sama. Si miskin dan si kaya sama-sama memiliki waktu 24 jam yang setara dengan 1.440 menit dan setara dengan 86.400 detik. Setidaknya, dalam kehidupan kita yang fana, waktu merupakan salah satu bukti bahwa setiap manusia diberikan sumber daya yang sama dari mereka lahir sampai mereka meninggal.


Lalu kenapa bisa ada kasus si miskin dan si kaya walau sama-sama memiliki sumber daya yang sama? Jika kita tetap memegang kuat bahwasanya waktu adalah uang atau waktu sama dengan uang, maka yang membedakan si kaya dan si miskin adalah cara kedua individu tersebut menghabiskan waktunya.  Terdengar kejam, ya? Akan tetapi, hal tersebut sudah menjadi fakta. Dengan mengasumsikan latar belakang pendidikan si miskin dan si kaya sama, kita akan tetap menemukan pola tentang cara si kaya menghabiskan waktunya dan cara si miskin menyia-nyiakan waktunya.


Lalu apalagi? Ah, iya. Time value of money. Saat ini, peminat investasi di Indonesia cukup banyak pasca adanya pandemi Covid-19. Kita sadar bahwa seiring berjalannya waktu, uang yang kita miliki daya belinya akan berkurang, atau dalam bahasa teknisnya disebut inflasi. Dalam rangka menghindari hal tersebut, maka dikeluarkanlah kita pada instrumen yang bernama investasi. Investasi bertujuan agar uang kita tidak tergerus oleh inflasi dan harapannya bisa naik disebabkan adanya capital gain seiring berjalannya waktu.


Dari beberapa hal yang aku jelaskan, kita bisa sama-sama paham bahwa tanpa kita sadari waktu sangat erat dalam kehidupan kita. Kemudian, mengapa banyak yang tidak sadar terhadap pentingnya waktu? Asumsiku adalah banyak sekali dari kita yang belum sadar bahwa waktu itu merupakan komoditas kita yang sangat berharga. Saking berharganya, orang seperti Elon Musk ataupun Jeff Bezos tahu bahwa kita tidak akan bisa “membeli” lagi waktu kita yang sudah terlewat.


Ada salah satu hadist yang cukup menarik berkaitan dengan waktu atau masa yang membuat aku cukup tertampar:


Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara (1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, (2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, (3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, (4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, (5) Hidupmu sebelum datang matimu.(HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya 4: 341)


Entahlah sudah berapa kali aku mendengar dan melihat hadits di atas baik itu di akun-akun hijrah atau video islami. Sebelum akhirnya aku sadar bahwa hal itu memang ada benarnya ketika aku sudah mengalami sebagian 5 perkara itu.


Salah satu perkara yang bisa kurasakan adalah perkara nomor 4. Ketika masa luang, aku tidak memanfaatkannya dengan baik sehingga aku langsung didatangi oleh masa-masa sibukku. Di atas sempat diceritakan tentang keinginan orang yang ingin ini dan itu akan tetapi mereka tidak memiliki waktu untuk melakukannya. Aku merupakan orang yang termasuk ke dalam golongan tersebut.


Hal tersebut juga memberikan kita kesadaran bahwa waktu luang yang kita miliki idealnya harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Karena kita tidak tahu kapan datangnya perkara yang menyibukkan itu.


Aku menyadari hal ini ketika mendekati perkara masa sibukku. Bahkan tulisan ini tercipta di sela-sela kesibukanku yang notabene merupakan mahasiswa tingkat akhir. Jika kita tinjau dengan kacamata idealis, seharusnya aku sudah harus fokus saja pada tugas akhir kuliahku, tapi aku sedikit menjadi orang yang membelot dari idealisme itu.


Aku paham bahwasanya faktor eksternal mempengaruhi caraku didikte pada sang waktu. Tetapi sebesar apapun faktor itu, pada akhirnya aku yang memiliki kendali atas hal tersebut. Mari sekarang coba praktikan hal yang sudah dipelajari dari artikel ini. Kita duduk di depan laptop atau gadget dan buka Google Calendar. Jika kamu seorang mahasiswa sepertiku maka masukkan jadwal kuliahmu. Setelah itu, lihat kembali di kalender setiap hari senin sampai jumat kita  akan menyadari bahwa pada setiap jeda perkuliahan terdapat waktu “kosong”. Pada sela waktu kosong inilah kita coba hitung. Memang jika kita potong oleh waktu tidur dan adanya tugas, waktu total kita dalam harian mungkin hanya tersisa 2-5 jam. 


Waktu yang sedikit ini jika kita lihat dalam jangka pendek, kita pasti akan bilang “Ah waktu segini cukup untuk apa?” Tapi coba saja percaya padaku, mari kita coba fokus selama 25 menit. Teknik ini banyak digunakan oleh pemula agar bisa fokus. Kamu akan kaget, bahwa dalam waktu 25 menit kamu bisa melakukan suatu hal dengan fokus..


Kita bisa merencanakan hal yang akan dilakukan dalam waktu kosong itu. Setidaknya proses perencanaan ini akan menguatkan diri kita bahwa kita dapat mendikte waktu agar berjalan seperti apa yang kita inginkan semaksimal mungkin. Sudah waktunya kita mendikte sang waktu dan bukan kita yang didikte oleh keadaan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Menjadi Pendengar Yang Baik

Cara Memprioritaskan Kegiatan Kita dengan 4 Kuadran

Cara Memaafkan Diri Sendiri